Your Ad Here

Saturday, October 17, 2009

latar belakang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan pengangguran telah lama dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai kebijakan dan program nasional. Dengan dimulai pada tahun 1994, Pemerintah menjalankan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang kemudian dilanjutkan dengan program-program sejenis lainnya, seperti Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Proyek Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD). Sejalan dengan itu, dimulai pada tahun 1998, beberapa perubahan paradigma yang mendasar telah terjadi di Indonesia, seperti desentralisasi, reformasi sistem keuangan negara dan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang mempengaruhi seluruh pelaksanaan program Pemerintah, termasuk beberapa program yang telah disebutkan.

Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan terkait dengan desentralisasi, diantaranya adalah Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selanjutnya terkait dengan reformasi sistem keuangan negara adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang kemudian diikuti dengan diberlakukanya UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Adapun terkait dengan pengembangan wilayah, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebagai perbaikan dan penyesuaian dari UU No. 24 Tahun 1992, juga telah diterbitkan.

Dilain pihak, pelaksanaan otonomi daerah menghadapi beberapa kendala, terutama pada dua hal penting, yaitu kapasitas sumberdaya manusia (SDM) dan kapasitas fiskal daerah, yang keduanya masih rendah di sebagian besar daerah di Indonesia.

Rendahnya kapasitas SDM, baik aparat pemerintah daerah maupun masyarakat pelaku utama pembangunan, menyebabkan kemampuan daerah tidak optimal dalam melaksanakan kewenangan pemerintahan dan pembangunan, yang di dalamnya termasuk kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan penyerapan aspirasi dan pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan yang partisipatif. Di dalam UU No. 25 Tahun 2004, secara tegas telah digariskan kebijakan nasional yang mensyaratkan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Sementara itu, rendahnya kapasitas fiskal daerah menyebabkan kemampuan daerah menjadi amat terbatas dalam melakukan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Terlebih lagi, seringkali terjadi perencanaan keuangan yang kurang efektif terkait dengan pengalokasian dana Pemerintah di daerah dalam proses integrasi dengan penggunaan dana pembangunan daerah. Dilihat dari aspek pengembangan wilayah, keterbatasan kemampuan pemerintah daerah jelas terjadi dalam ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan daerah dengan rencana tata ruang wilayah.

Selanjutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004–2009 telah menempatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pembangunan antarwilayah sebagai bagian dari prioritas utama pembangunan nasional dalam agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Terdapat 5 (lima) sasaran yang ingin dicapai dalam agenda tersebut, yaitu:

1) Menurunnya jumlah penduduk miskin dan terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi tingkat pengangguran terbuka;

2) Berkurangnya kesenjangan antarwilayah yang tercermin dari :

a. Meningkatnya peran perdesaan sebagai basis pertumbuhan ekonomi;

b. Meningkatnya pembangunan pada daerah-daerah terbelakang dan tertinggal;

c. Meningkatnya pengembangan wilayah yang didorong oleh daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah; serta

d. Meningkatnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil dengan memperhatikan keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah.

3) Meningkatnya kualitas manusia yang secara menyeluruh tercermin dari membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta meningkatnya pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran agama;

4) Membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan bidang pembangunan; serta

5) Membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.

Dengan memperhatikan beberapa kondisi di atas, kemudian dikembangkan suatu program yang dapat menjawab kebutuhan dalam melakukan pengurangan kesenjangan antarwilayah, pengentasan kemiskinan, dan pengurangan tingkat pengangguran terbuka dengan juga meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksakana desentralisasi dan otonomi daerah. Program tersebut merupakan kelanjutan dan penyempurnaan program sebelumnya, P2D, dan disebut sebagai program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Regional Infrastructure for Social and Economic Development – RISE), yang kemudian disingkat dengan PISEW.

Secara nasional, beberapa program sejenis lainnya yang juga ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, telah diintegrasikan dalam satu kerangka kebijakan nasional yang dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program PISEW dengan intervensi berupa bantuan teknis dan investasi infrastruktur dasar perdesaan, dibangun dengan berorientasi pada konsep “Community Driven Development (CDD)” dan “Labor Intensive Activities (LIA)”, sehingga kemudian dikategorikan sebagai salah satu program inti PNPM-Mandiri. Dengan demikian kemudian program PISEW dikenal dengan nama PNPM-PISEW.

1.2 Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Tujuan

Mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat perdesaan dengan berbasis pada sumberdaya lokal untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah, pengentasan kemiskinan, memperbaiki pengelolaan pemerintahan daerah di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa (local governance), serta penguatan institusi lokal di tingkat desa.

1.2.2. Sasaran

1) Terbangunnya infrastruktur dasar perdesaan yang meliputi pembangunan infrastruktur (prasarana) pada 6 (enam) kategori, yaitu: (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan;

2) Terbentuknya Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), Kelompok Usaha Mikro (KUM), dan forum Kelompok Diskusi Sektor (KDS);

3) Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam berperan sebagai fasilitator dalam melaksanakan pembangunan melalui penyelenggaraan Pelatihan Perencanaan Pembangunan, dan Pelatihan Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan;

4) Meningkatnya kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, yang tercermin dari menguatnya fungsi KDS, melalui rangkaian pelaksanaan musyawarah pembangunan dari tingkat desa hingga ke tingkat kabupaten.

Pelaksanaan kegiatan PNPM-PISEW diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap tahun terhadap unit pelaksana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6.2 Penanganan Pengaduan

1) Pembentukan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM)

Project Management Unit (PMU) bersama Ditjen PMD Departemen Dalam Negeri memfasilitasi pembentukan dan operasionalisasi UPM di semua wilayah kerja, baik pusat maupun daerah, sebagai wadah untuk menampung aspirasi, kepedulian, dan pengaduan atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi serta menindaklanjuti secara berjenjang pada setiap tahapan kegiatan.

2) Penyampaian dan Penerimaan Pengaduan

Pengaduan dapat berasal dari perorangan atau kelompok masyarakat (LSM, perguruan tinggi, dan sebagainya). Untuk memudahkan penyampaian pengaduan, maka pengaduan dapat disampaikan ke UPM terdekat. Penyampaian dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti surat/kotak pos, faksimile, telepon, email, dan sebagainya.

3) Penyelesaian Pengaduan

Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) melakukan pemilahan terhadap pengaduan yang masuk, baik pengaduan yang bersifat administratif maupun pengaduan yang bersifat pelanggaran hukum. Penyelesaian penanganan pengaduan dilakukan sesuai dengan tingkatan permasalahan yang ada.

Gambaran proses penyelesaian penanganan pengaduan untuk PNPM-PISEW dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Gambar 6.1

Bagan Alir Penanganan Pengaduan

BAB VII

PENUTUP

Pedoman Umum ini menjadi dasar arahan dan petunjuk pelaksanaan kegiatan PNPM-PISEW, yang penjabarannya dituangkan di dalam Panduan Pelaksanaan dan Panduan Teknis yang diterbitkan secara tersendiri.

0 comments:

Post a Comment

 

Followers

PNPM PISEW Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template